Ibnu Khaldun dalam muqaddimahnya menggambarkan persepsinya tentang sejarah.
Sejarah adalah tidak lebih dari sekedar kumpulan catatan peristiwa politik,
negara, budaya, dan peradaban masa lalu yang diceritakan pada masa sekarang,
demikian kira-kira menurutnya.
Islam sebagai sebuah agama yang
diturunkan Allah swt, ke muka bumi untuk manusia dan seluruh alam telah
menorehkan catatan peristiwa sejarah yang turut membangun peradaban umat
manusia. Setiap tahun dalam kalender islam kita memperingati tahun baru islam 1
muharam, maka kita akan teringatkan oleh peristiwa hijrah Rasululah dari Makkah
ke Madinah. peristiwa hijrah Rasulullah inilah yang oleh Umar bin Khattab
dijadikan sebagai titik awal kalender islam.
Walaupun di Indonesia umat islam
mendominasi secara kuantitas bahkan terbesar di dunia, akan tetapi kalender
islam masih kalah bersaing dengan kalender masehi. Hal ini bisa kita lihat dengan
mudah, antusiasme masyarakat dalam merayakan tahun baru islam ini masih kurang
“terdengar nyaring” sebagaimana masyarakat merayakan tahun baru masehi yang
bulan depan akan dirayakan, tentunya dengan terompet tahun baru, kembang api,
penuhnya penginapaan dan hotel-hotel dan segudang instrumen perayaan pergantian
tahun paling populer sedunia itu.
Rasulullah adalah sosok yang
mempunyai tingkat kecerdasan tinggi dalam membaca peluang dimana dan bagaimana
islam dapat berkembang dengan pesat dan baik. Maka, ketika Rasulullah
memutuskan kota
Madinah sebagai wadah untuk pengembangan islam di masa-masa yang akan datang,
maka zaman dinasti abbasiyah yang disebut sebut sebagai zaman keemasan islam
sebagai salah satu bukti keputusan hijrah Rasulullah adalah keputusan yang
tepat.
Tulisan sejarah yang diyakini
sebagian besar umat Islam, ternyata dibantah oleh pakar Islam dari Golongan
Syi`ah, Jalaluddin Rakhmat. “Sejarah Islam seperti hijrah Nabi Muhammad harus
segera diluruskan. Terjadi salah kaprah dan anggapan salah mengenai sejarah
hijrah ini. Kalau Anda mengira peringatan 1 Muharam sebagai awal Nabi Muhammad
hijrah dari Mekah ke Madinah, maka keyakinan itu salah besar.” Demikian dikutip
dari kompasiana.com
“Nabi Muhammad yang ditemani
sahabat Abu Bakar hijrah ke Madinah pada 12 Rabiul Awal bukan pada 1 Muharam
sebagai tanda dimulainya tahun hijriah,” kata Ketua Yayasan Muthahhari,
Jalaluddin Rahmat dalam diskusi buku “Psikologi Agama” di Masjid Darul Ihsan PT
Telkom, beberapa waktu lalu.
Kang Jalal mengatakan, peringatan
tahun baru Islam tiap 1 Muharam juga baru dimulai sejak 25 tahun lalu atau
sekira tahun 1970-an yang berasal dari ide pertemuan cendekiawan Islam di AS.
“Waktu itu terjadi fenomena maraknya dakwah, masjid-masjid dipenuhi jemaah, dan
munculnya jilbab hingga kemudian dikatakan sebagai kebangkitan Islam, Islamic
Revival. Hal ini diperkuat dengan liputan majalah Times yang dalam sampul
depannya memuat tulisan Islamic Revival, untuk lebih menggelorakan
kebangkitan Islam, lanjut Kang Jalal, akhirnya disepakati perlunya peringatan
tahun baru Islam hingga menyebar ke seluruh Muslimin termasuk di. “Tidak ada
landasan hukum baik al-Quran maupun hadis soal peringatan tahun baru Islam.
Saya menganggap bid’ah, tapi tak berani menyebut bid’ah dhalalah,” katanya.
Admin tidak akan mengupas lebih
detil tentang perdebatan sejarah Hijrah Rasulullah karena yakin para pembaca
sudah banyak mendapatkan informasi tentang hal itu. Penekanan tulisan ini hanya
sekedar perenungan makna hijrah dalam kehidupan yang nyata. Di samping itu juga
ingin mengajak seluruh umat Islam beramai-ramai merayakan Tahun Baru Islam
dengan suasana kebatinan yang Islami. Sungguh ironis melihat bagaimana sebagian
besar masyarakat Indonesia
yang mayoritas Islam lebih memfokuskan dan melakukan pesta besar-besaran pada
saat Tahun Baru Masehi (1 Januari) dibanding Tahun Baru Islam yang lebih banyak
hikmahnya lewat perjuangan Rasulullah menyebarkan ajaran Islam yang sangat
dimuliakan Allah swt.